Tuesday, November 20, 2018

Turut Berduka Cita. Honor Buruh Minus Di Jaman Indonesia Merdeka

Pada tanggal-tanggal di hari terakhir bulan dan di awal tahun mirip ini, seharusnya menjadi waktu yang sempurna ( meski sesaat ) bagi para buruh untuk bergembira.
Mengapa ?
Sebab pada umumnya pada final bulan – meskipun tanggalnya berbeda-beda – para buruh akan mendapatkan gajinya sehabis bekerja memeras keringat, membanting tulang selama satu bulan di belakangnya.

###
Kaprikornus kalau dipikir-pikir, buruh itu bekerjsama sangat “keren” dan dermawan.
Bayangkan saja, meski hidup serba terbatas ( aib kalau disebut kurang atau miskin ), mereka tetap saja masih mau - “ngutangi” – membiayai para pengusaha selama satu bulan. Ketika para pengusaha sudah sanggup menjalankan roda perjuangan dan mendapatkan laba usahanya, para buruh gres diberikan bayarannya. Namun ketika pengusaha sedang tekor, para buruhpun “rela” gajinya dibayar terlambat. Keren tidak ..?
###

Namun di saat-saat dimana seharusnya para buruh bergembira, fakta , kenyataan hidup, terkadang berbicara lain.

Memang, sebagian besar buruh akan merasa bergembira ketika datang hari gajian mirip ini. Meski hal ini biasanya hanya sesaat.
Ada yang biasa-biasa saja.
Namun ada juga yang malah tertunduk lesu – justru – ketika datang hari gajian.

Sebab, fakta, kenyataan hidup, seringkali berbeda dengan harapan.
Ini – tentu saja – bukan bermaksud untuk “ngresulo”, mengeluh dan menyesali nasib.
Sebab kata ustad, apapun, berapapun yang diterima, jumlah itu tetap patut disyukuri.
Sebab kata ustad pula, barang siapa yang bersyukur, maka Allah akan menambahkan karunia-Nya.
Sebab memang demikian halnya.
Yang namanya kategori “cukup” yakni “sawang sinawang”, sangat relatif sangat subyektif.
Sesedikit apapun, kalau diterima dengan tulus dan disyukuri, maka jumlah itu akan menjadi cukup. Sebanyak apapun, kalau “kemrungsung “ dan loba, maka jumlah itu masih saja tetap kurang.
Dan konon - kata ustad – gres merasa cukup ketika mulutnya sudah disumpal dengan tanah ( kuburan ).

Hanya saja, realita hidup memang “menuntut” banyak hal.

Terlepas dari jumlah kenaikan honor tahunan yang di luar impian untuk sanggup hidup “lebih layak”, yang lebih memprihatinkan lagi yakni kalau memperhatikan wajah-wajah rekan buruh yang tertunduk lesu.

Mengapa mereka ? Sakit perut ?
Bukan.

Mereka sedang sakit kepala. Alias pusing, alias “mumet”.
Sebab ketika rekan buruh membuka amplop gajiannya, didapatinya sebuah angka yang sangat menyesakkan dada.
Terpampang begitu terang – kalau boleh diibaratkan, bagaikan sebuah palu godam yang teramat besar sedang dihantamkan ke kapala – tertera, honor yang mereka terima ternyata malah MINUS.

KOK BISA ??????????

Yang namanya orang bekerja, seharusnya kan dibayar, mendapatkan uang. Bukannya membayar, mengeluarkan uang.
Kok sanggup gajinya minus ??

Mungkin rekan buruh itu sedang terkena denda perusahaan ?
Bukan !
Atau jangan-jangan, rekan buruh itu suka foya-foya, menghamburkan uang, sehingga banyak hutangnya pada perusahaan ?
Tidak juga !
Terus… gajinya kok sanggup minus ???

Jika ditelusuri, dilema honor minus tersebut bekerjsama lebih disebabkan oleh dilema teknis dalam hal sistem manajemen panggajian.

Kira-kira mirip ini :

● Ada beberapa perusahaan yang membayarkan honor karyawannya dalam 2 tahapan.
Tahapan pertama pembayaran honor pokok atau sesuai UMR.
Kemudian tunjangan dan lainnya gres dibayarkan pada tahap kedua setelahnya.

● Umumnya pula, untuk memacu ketidakhadiran karyawannnya, perusahaan akan menunjukkan “premi hadir”.
Jika karyawan masuk penuh selama 1 bulan, premi hadir akan diberikan. Namun ketika karyawan tidak masuk bekerja maka premi hadir akan terpotong atau bahkan hilang sama sekali.

● Karena itulah ketika karyawan kebetulan tidak masuk bekerja atau cuti yang tidak ditanggung perusahaan, maka karyawan akan dikenakan pemotongan gaji.
Dalam hal ini termasuk premi hadirnya. Karena itulah jumlah potongan honor yang harus ditanggung “seolah-olah” lebih besar daripada jumlah honor yang diterima, kalau diurai menjadi komponen honor harian. Karena potongan honor yang ditanggung = jumlah honor /upah harian ( sesuai UMR ) ditambah dengan potongan premi hadir.

● Maka dilema honor minus akan terjadi pada karyawan yang mempunyai honor /upah yang hanya senilai UMR atau lebih sedikit, dan kebetulan ia tidak masuk kerja – terutama di ketika mendekati tanggal-tanggal terakhir di final bulan – sehingga ia harus terkena potongan gaji.
Karena gaji/upah yang senilai dengan UMR atau lebih sedikit telah dibayarkan pada pembayaran tahap pertama, maka pada pembahayaran tahap kedua, sisa honor yang mungkinmasih ada harus dikurang dengan potongan gaji. Dan ketika sisanya lebih kecil daripada jumlah potongan gaji, maka jadilah.
Karyawan akan mendapatkan honor minus.
Kaprikornus kurang lebihnya mirip itu.

Namun dari situ terlihat juga, betapa lemahnya sistem penggajian buruh di negeri tercinta yang katanya sudah merdeka lebih dari 69 tahun ini.
Sehingga masih saja ada honor buruh yang begitu “mepet” sehingga hingga minus.
Meski mirip kata ustad tadi, apapun hal itu harus tetap untuk diterima dan disyukuri.

Namun kali ini, kami mengucapkan :

TURUT BERDUKA CITA
ATAS MASIH ADANYA GAJI BURUH YANG MINUS
Di JAMAN YANG MERDEKA SEPERTI INI…

Ngomong-ngmong, mau tahu apa salah satu pemicunya, mengapa hingga terjadi honor minus mirip ini ? Coba lihat yang di bawah ini :

Sumber http://anekacarapraktis.blogspot.com

Artikel Terkait

Turut Berduka Cita. Honor Buruh Minus Di Jaman Indonesia Merdeka
4/ 5
Oleh